Awal Kehidupan RM Said
RM Said, yang kemudian dikenal sebagai K.G.P.A.A. Mangkunagara I, lahir di Keraton Kartasura pada Minggu Manis, 6 Ruwah tahun Djimakir Windu Kuntara 1650, bertepatan dengan 7 April 1725 Masehi. Nama “Said” adalah pemberian Sinuhun Amangkurat IV, kakeknya, yang bermakna “Sang Raja telah menyaksikan kelahirannya.”
Ia adalah putra sulung K.P.A. Mangkunagara Kartasura, anak tertua Sinuhun Amangkurat IV, dengan R.A. Wulan, putri Pangeran Blitar. Masa kecil RM Said penuh dengan penderitaan akibat pergolakan di Keraton Kartasura. Ayahnya difitnah oleh Patih Danureja, dibuang ke Srilanka, dan rumah mereka dibakar. RM Said bersama dua adiknya, RM Ambiya dan RM Sabar, hidup terlunta-lunta tanpa perlindungan, hanya diasuh oleh para abdi rendahan.
Awal Karier di Kartasura
Pada usia 16 tahun, RM Said diangkat menjadi Mantri Gandek oleh Sinuhun Pakubuwana II dengan nama Raden Mas Ngabehi Suryokusumo. Meski diberikan tanah seluas 354.850 m², ia merasa pangkatnya terlalu rendah untuk seorang cucu raja. Ketika mencoba mengajukan kenaikan pangkat di Dalem Kepatihan, ia malah diberi sekantung uang oleh Patih, yang dianggap sebagai penghinaan besar. Perasaan terhina ini membuat RM Said memutuskan untuk meninggalkan Kartasura.
Hijrah ke Nglaroh
Bersama sahabat dan kerabatnya, RM Said pergi ke Desa Nglaroh, di mana ia disambut hangat oleh penduduk. Ia mulai melatih para warga menjadi prajurit dan melakukan laku prihatin untuk mempersiapkan diri. Pada tahun 1741, RM Said mengumpulkan 300 prajurit dari Nglaroh dan bergabung dengan Sunan Kuning di Randulawang. Di sana, ia diangkat menjadi senopati dengan gelar Kanjeng Pangeran Prangwadana.
Perang dan Perjuangan Melawan VOC
Tahun 1743, RM Said dinobatkan sebagai Raja di Madjarata oleh para bupati di Sukowati, dengan gelar Kanjeng Pangeran Adipati Mangkunagara. Namun, perjuangannya terus berlanjut karena perlawanan dari Kartasura dan VOC. Pada 1746, RM Said bergabung dengan pamannya, Pangeran Mangkubumi, untuk melawan VOC. Meskipun menghadapi banyak kekalahan, RM Said tetap gigih memperjuangkan keadilan.
Tiga Pertempuran Besar
- Pertempuran di Desa Kasatriyan (1752): RM Said bertahan melawan pasukan Pangeran Mangkubumi setelah menguasai Madiun, Magetan, dan Ponorogo.
- Pertempuran di Hutan Sitakepyak (1757): RM Said berhasil memukul mundur VOC meskipun pasukannya kecil, bahkan memenggal kepala Kapten Van Der Poll.
- Penyerbuan Benteng Vredenburg (1757): RM Said menyerbu benteng VOC sebagai balasan atas serangan mereka yang membakar desa-desa rakyat.
Akhir Perjuangan dan Perdamaian
Melihat perjuangan yang berlarut-larut, VOC dan Sinuhun Pakubuwana III mengajak RM Said berdamai. Dalam Perjanjian Salatiga (17 Maret 1757), RM Said diakui sebagai Adipati Miji (mandiri) dengan gelar Kanjeng Pangeran Adipati Arya Mangkunegara, dan memimpin wilayah Mangkunegaran di Surakarta.
Falsafah Tri Dharma
K.G.P.A.A. Mangkunagara I mengajarkan Falsafah Tri Dharma, yang menjadi pedoman pengabdian:
- Mulat Sarira Hangrasa Wani – Berani introspeksi diri.
- Rumangsa Melu Handarbeni – Merasa ikut memiliki.
- Wajib Melu Anggondheli – Berkewajiban ikut membela dan mempertahankan.
Perjuangan dan dedikasi RM Said diabadikan dalam Tugu Tri Dharma di kawasan Astana Mangadeg, Matesih, Karanganyar. Di lokasi ini, dipercaya RM Said menerima Wahyu Praja Mangkunegaran.