Gas LPG 3 Kilo Gram Hanya Untuk Masyarakat Miskin? Kok Malah di Jadikan Ladang Bisnis Ilegal!

Bogor, Pacunews.com — Kasus penyuntikan Gas LPG 3 Kg di Rumpin, Bogor, yang diduga telah berlangsung lama, mengungkap dugaan praktik korupsi yang telah merugikan Negara dan melibatkan aparat penegak hukum. Laporan investigasi media pada Sabtu, 01 Februari 2025.

Menguak jaringan penyaluran gas oplosan yang terorganisir dan sistematis, menimbulkan pertanyaan serius tentang penegakan hukum di daerah tersebut.

Modus Operandi dan Jaringan:
Investigasi menemukan bukti kuat adanya skema penyuntikan gas ilegal yang melibatkan beberapa kelompok kriminal. Gas subsidi yang seharusnya “hanya untuk masyarakat miskin” Di oplos/dipindahkan/dicampur dengan gas yang tidak berlabelkan subsidi (non subsidi)

Bewok seorang sopir mobil Grandmax bernopol B 9484 WAI yang mengangkut 200 tabung gas LPG 3 Kg bersubsidi, mengakui keterlibatannya dalam pengiriman gas ke lokasi penyuntikan di Rumpin. Ia mengaku bekerja untuk Robin Bravo, pemilik gas tersebut, dan baru satu bulan terlibat dalam kegiatan ilegal ini dengan upah atau uang jalan satu rit kisaran Rp.300.000. Meskipun Bewok mengaku tidak mengetahui detail proses penyuntikan, pengakuannya menguatkan adanya operasi penyuntikan gas yang sistematis. Sistem pembayaran yang tidak menentu kepada Bewok menunjukkan adanya struktur organisasi yang tersembunyi dan kompleks.

READ  Polresta Tangerang Ungkap Penjualan Obat Keras Ilegal Jenis Tramadol, Trihexyphenidyl, dan Hexymer, Satu Tersangka Diamankan

Dugaan Keterlibatan Aparat:
Laporan menyebutkan adanya dugaan keterlibatan aparat kepolisian, kejaksaan, dan keamanan dalam memuluskan operasi ilegal ini. Dugaan ini sangat serius dan membutuhkan investigasi lebih lanjut yang independen dan transparan. Jika terbukti, hal ini menunjukkan adanya kelemahan sistem penegakan hukum dan pelanggaran serius terhadap integritas aparat.

Landasan Hukum dan Sanksi:
Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja secara jelas mengatur tentang penyalahgunaan bahan bakar minyak dan gas, dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda Rp 60 miliar. Namun, kelancaran operasi penyuntikan gas di Rumpin selama periode waktu yang lama menimbulkan pertanyaan besar tentang efektivitas penegakan hukum dan kemungkinan adanya perlindungan terhadap pelaku kejahatan.

READ  Ops LK 2025 Dalam Rangka Operasi CIpta Kondisi, Polres Rohil Apel Gelar Pasukan

Hingga saat ini, Robin Bravo, pemilik gas dan diduga otak di balik operasi ilegal tersebut, belum dapat dikonfirmasi dan dimintai keterangan. Ketidakmampuan pihak berwajib untuk segera menangkap dan menginterogasi Robin Bravo semakin memperkuat dugaan adanya perlindungan atau kendala dalam proses hukum. Keberadaan Robin Bravo menjadi kunci penting dalam mengungkap jaringan dan aktor intelektual di balik kasus ini.

READ  Seorang Pemancing Menemukan Jasad Bayi di Sungai Opak Kretek

Kasus gas oplosan di Rumpin, Bogor, bukan hanya sekadar kejahatan ekonomi biasa, melainkan indikasi kuat adanya praktik korupsi dan lemahnya penegakan hukum. Investigasi yang komprehensif dan independen sangat diperlukan untuk mengungkap seluruh jaringan pelaku, termasuk kemungkinan keterlibatan aparat.

Keberanian untuk menindak tegas para pelaku, termasuk aktor intelektual dan siapapun yang terlibat, sangat penting untuk mengembalikan kepercayaan publik pada penegakan hukum dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.

Keberadaan Robin Bravo harus segera diungkap dan diproses secara hukum. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses penyelidikan dan penyelesaian kasus ini menjadi kunci untuk mencegah impunitas dan memastikan keadilan ditegakkan.

Penulis: Ema MardianaEditor: Ilham Affandi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x