PACUNEWS.COM – Halmahera Selatan, Maluku Utara – Kasus kekerasan seksual kembali mencoreng dunia pendidikan di Kabupaten Halmahera Selatan. Seorang siswi SMP berusia 15 tahun, Mawar , warga Desa Bibinoi, diduga menjadi korban rudapaksa oleh belasan pria dewasa. Akibat peristiwa tersebut, korban kini dikabarkan hamil.07/04/2025
Korban mengaku bahwa tindakan bejat tersebut telah berlangsung sejak ia masih duduk di bangku sekolah dasar, dengan total pelaku mencapai 16 orang.
Lebih mengejutkan, beberapa pelaku diduga merupakan tenaga pendidik, termasuk seorang guru dari SD Negeri Bibinoi dan Kepala Sekolah MIS Bibinoi.
Menanggapi kejadian ini, Dewan Pertimbangan DPP Feradi WPl melalui Sufaldi Tampilang menyampaikan kecaman keras dan mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengambil tindakan tegas.
“Kasus seperti ini seharusnya para pelaku sudah ditangkap, apalagi korban masih di bawah umur dan berstatus pelajar. Sangat disayangkan kalau para terduga pelaku belum ada panggilan.
Saya meminta dengan tegas supaya Kapolres Halmahera Selatan, AKBP Hendra Gunawan, segera menangkap para pelaku,” tegas Sufaldi.
Sufaldi juga menyoroti keterlibatan oknum pendidik dalam kasus ini yang dianggap mencoreng nama baik institusi pendidikan di Indonesia.
“Apalagi para terduga pelaku ada beberapa orang sebagai pendidik. Ini sangat memalukan instansi pendidikan dan bisa mencoreng nama pendidikan yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tambahnya.
DPP Feradi WPl menegaskan bahwa kekerasan seksual terhadap anak merupakan pelanggaran hak anak dan tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun.
“Kami sangat prihatin dan mengecam tindakan kekerasan seksual yang dialami oleh korban. Kekerasan terhadap anak merupakan pelanggaran hak anak dan tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun, “ujar Sufaldi.
Tindakan para pelaku melanggar Pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
tentang Perlindungan Anak, yang sesuai dengan Pasal 81 Ayat (1) dan Ayat (6) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dapat dikenakan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar,serta pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
Selain itu, para pelaku juga diduga melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 6 ayat b, dengan ancaman penjara paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300 juta.
Sufaldi juga mendorong Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (PPPA) Kabupaten Halmahera Selatan untuk segera
memberikan pendampingan bagi korban, baik secara hukum maupun psikologis, sesuai yang diatur dalam UU TPKS. “Perlindungan ini meliputi perlindungan hukum, bantuan medis, dan rehabilitasi.
Kekerasan seksual merupakan permasalahan sosial yang serius. Maka dari itu, kami PB Formmalut Jakarta akan terus memantau dan memastikan bahwa korban dan keluarga mendapatkan keadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, tutup Sufaldi.