PACUNEWS.COM – SULUT – Peristiwa penembakan di tambang emas ilegal yang dikelola Warga Negara Asing (WNA) asal China, Sie You Ho, di Alason Ratatotok, Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara, Senin (10/3/2025), mengungkap fakta mengejutkan.
Dua perwira tinggi Polda Sulut, Kapolda dan Wakapolda,berpangkat Inspektur Jenderal (bintang dua) dan Brigadir Jenderal (bintang satu),diduga telah dibohongi oleh anak buahnya mengenai keberadaan tambang ilegal tersebut.
Kronologi dan Pernyataan Polda Sulut
Dalam konferensi pers di Mapolda Sulut, Selasa (11/3/2025), Wakapolda Sulut, Brigjen Pol Bahagia Dachi, menyatakan bahwa sejumlah anggota Brimob Polda Sulut yang bertugas di lokasi tambang memiliki surat perintah tugas (Sprint).
“Mereka memiliki Sprint yang ditandatangani Dan Yon Brimob. Jadi, anggota kami ada di sana karena memiliki surat perintah tugas,” jelasnya.
Namun, pernyataan ini menimbulkan pertanyaan besar. Saat ditanya tentang status tambang yang ternyata ilegal, Wakapolda mengaku tidak mengetahuinya sebelumnya.
“Sebelumnya kami tidak tahu kalau tambang itu ilegal, tidak memiliki izin. Jadi sebelum kekacauan terjadi, kami tidak mengetahui kalau itu tambang ilegal,” ungkapnya.
Pernyataan ini memicu kritik tajam, mengingat kepolisian seharusnya memastikan legalitas lokasi sebelum mengeluarkan Sprint.
Dugaan Penyimpangan dan Keterlibatan WNA
Wakapolda menjelaskan bahwa insiden penembakan di lokasi tambang dipicu oleh aksi sekelompok warga yang mencoba mencuri karbon emas siap olah. Polda Sulut saat ini telah memeriksa delapan oknum polisi yang diduga terlibat.
Aktivis anti-korupsi Sulut, Stenly Towoliu, mengkritik fokus Polda Sulut yang hanya menyoroti aksi warga.
“Dalam hukum, tidak boleh mengabaikan tindak pidana yang terjadi sebelumnya. Jika Polda Sulut sudah menyatakan bahwa ini tambang ilegal, artinya sudah ada pelanggaran hukum sejak awal,” tegasnya.
Ia juga mempertanyakan keberadaan WNA China yang mengelola tambang tanpa izin resmi.
“Fatalnya, ada WNA berkebangsaan China yang bebas mengelola tambang emas ilegal. Polri harus menelusuri izin tinggalnya. Seharusnya ini bisa dideteksi lebih dini dan ditindak tegas oleh Imigrasi dan Polri,” tambahnya.
Lebih lanjut, Towoliu meminta Polda Sulut segera menangkap WNA Sie You Ho serta dua warga Indonesia berinisial DP alias Pakuku dan Nano, yang diduga terlibat dalam aktivitas ilegal ini.
“Jika Polda Sulut tidak segera bertindak, berarti mereka melanggar program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. Tangkap semua pihak yang terlibat, termasuk anggota Polri yang melakukan penembakan. Polda Sulut harus transparan, karena satu nyawa sudah melayang,” pungkasnya.
Korban Jiwa dan Desakan Penyelidikan
Diketahui, peristiwa penembakan pada Senin (10/3/2025) dini hari menewaskan Fernando Tongkotow alias Edo, warga Desa Basaan, Kecamatan Ratatotok, Minahasa Tenggara. Edo tewas setelah terkena tembakan di bagian kepala dekat telinga.
Kesimpulan
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan prosedur di tubuh kepolisian. Jika benar dua jenderal Polda Sulut tidak mengetahui keberadaan tambang ilegal ini, maka ada indikasi kelalaian atau bahkan permainan di internal institusi. Penyelidikan lebih lanjut sangat diperlukan untuk mengungkap fakta sebenarnya dan menegakkan hukum secara adil.