*Perbandingan dengan Profesional Non Uka-Uka*
Lebih lanjut, Wilson Lalengke membandingkan hasil yang diperoleh pemegang sertifikasi uka-uka dengan para profesional di bidang jurnalistik seperti Karni Ilyas, Najwa Shihab, dan fotografer Darwis Triadi. “Pemegang sertifikat uka-uka hanya mendapatkan Rp50 ribu hingga maksimal Rp200 ribu dari kerjasama dengan pengusaha, pejabat, atau pemegang proyek. Sementara mereka yang tidak punya uka-uka, seperti Karni Ilyas, Najwa Shihab, dan lainnya, bisa mendapatkan puluhan hingga ratusan juta rupiah karena mereka punya portofolio, rekam jejak, dan kemampuan profesional yang diakui masyarakat,” jelas lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Birmingham University, Inggris itu.
Menurut Wilson Lalengke, perbedaan ini mencerminkan pentingnya keahlian dan rekam jejak daripada sekadar mengandalkan sertifikasi yang tidak diakui, baik secara hukum maupun oleh masyarakat pengguna barang dan jasa-jasa.
*Imbauan kepada Wartawan*
Pada kesempatan yang sama Wilson Lalengke mengingatkan para wartawan untuk lebih kritis dan tidak mudah terbawa arus oleh praktik-praktik ilegal seperti keharusan beruka-uka. “Cari tahu dan pahami aturan yang berlaku. Jangan malas membaca UU Pers dan menganalisa isinya. Itu langkah awal untuk menjadi wartawan yang profesional dan independen,” pesannya sambil menambahkan bahwa uka-uka selama ini telah dijadikan modus untuk menggarong uang rakyat di BUMN/BUMD oleh para dedengkot korupsi binaan dewan pecundang pers.